Nilai-nilai Murni yang Membangun Bangsa di Timur
By Sanusi Junid -
02/03/2016
By Sanusi Junid -
02/03/2016
Pada tahun delapan puluhan di waktu ekonomi dunia sedang dalam keadaan tidak menentu, sebuah analisa mendapati bahwa negara-negara di dunia ini terbagi kepada 5 kelompok jika dilihat dari sisi pencapaian ekonominya:
1. Negara-negara yang mengamalkan demokrasi, yang berbahasa Inggris, yaitu negara-negara bekas jajahan Inggris yang kebanyakan rakyatnya fasih berbahasa Inggris dan mendapat pendidikan, terutamanya pendidikan tinggi dalam bahasa Inggris. Contoh negara tersebut ialah Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, India, Pakistan, Singapura dan Malaysia.
2. Negara-negara yang berfahaman komunis seperti Rusia, China, Korea Utara, Polandia, Jerman Timur (sebelum Jerman Timur bergabung dengan Jerman Barat) dan negara komunis yang lain.
3. Negara-negara Islam di Asia Barat seperti Mesir, Libya, Saudi Arabia, Turki dan Iran.
4. Negara-negara Kristen Katolik di Amerika Selatan seperti Brazil, Argentina, Chile, Bolivia dan lain-lain.
5. Negara-negara yang mengamalkan sistem demokrasi tetapi tidak berbahasa Inggris seperti Jerman Barat, Perancis, Jepang, Korea Selatan dan Taiwan.
Dari analisa tersebut, kita dapati bahawa empat kelompok negara-negara, dari yang pertama sampai keempat menghadapi masalah defisit ekonomi yang mengecewakan.
Bagi negara demokrasi yang berbahasa Inggris, mereka menghadapi masalah ekonomi dan cara penyelesaian yang sama. Masalah ekonomi yang baru timbul juga sama karena negara-negara ini mengamalkan ilmu yang sama, yaitu ilmu yang diperoleh dari buku ekonomi yang sama yang ditulis dalam bahasa Inggris.
Sementara itu, bagi negara-negara komunis, mereka pula menghadapi masalah ekonomi dan cara penyelesaiannya yang juga sama. Begitu juga dan masalah baru yang timbul juga sama. Walaupun negara-negara komunis ini belajar dan berbicara dalam bahasa yang berlainan, masalah ekonomi yang dihadapi, cara penyelesaian dan akibatnya didapati sama kerana ide yang sama, ide komunis, telah diajarkan di dalam bahasa yang berlainan.
Kelompok negara seterusnya adalah negara-negara Islam di Asia Barat. Mereka menghadapi masalah bukan kerana mereka itu miskin. Akan tetapi mereka menghadapi masalah kerana kekayaan yang ada pada mereka, yaitu kaya dengan minyak. Uang dari hasil penjualan minyak telah digunakan untuk membeli senjata yang mereka gunakan untuk berperang dengan sesama bangsa sendiri.
Kelompok negara-negara Kristen Katolik di Amerika Selatan pula menghadapi masalah karena mereka miskin. Walaupun miskin, pemimpin-pemimpin mereka tetap berbelanja dengan boros khususnya untuk membeli senjata dan membangun proyek raksasa yang diusulkan oleh konsultan dari negara-negara Barat.
Dari hasil analisa di atas, keempat kelompok negara tersebut menghadapi krisis dan kemerosotan ekonomi, kecuali kelompok negara kelima, yaitu kelompok yang terdiri dari negara-negara yang menjalankan sistem demokrasi tetapi sistem pendidikannya tidak di dalam bahasa Inggris. Kelompok negara ini berhasil dalam ekonomi dan mendapat keuntungan dari perdagangan yang dilakukan oleh negara masing-masing.
——————–
Saya mencoba untuk mencari jawaban mengenai kelompok negara yang kelima ini. Dari kelompok negara tersebut, Jepang merupakan negara yang paling maju tingkat perekonomiannya.
Ternyata rahasia negara Jepang yang maju dalam bidang ekonomi dan perdagangannya tidak lain dan tidak bukan adalah karena nilai bushido yang diterapkan oleh para samurai di sana.
Diawal kemajuan ekonomi Jepang, para peneliti menemukan bahawa perusahaan seperti Mitsubishi, Mitsui, Marubeni, Sumitomo dan Dai-Ichi Kangyo (C. Itoh) adalah tulang punggung kemajuan Jepang. Apa yang menarik dari kelima perusahaan tersebut adalah kesemuanya didirikan atau dikonsolidasikan pada tahun 1873, yaitu 5 tahun selepas Restorasi Meiji (Meiji Restoration) pada tahun 1868.
Pemimpin perusahaan ini seperti Ichiro Iwasaki di Mitsubishi adalah seorang Ronin iaitu Samurai yang tidak bertuan atau tidak ada Shogun di atasnya. Semua Ronin yang memimpin kelima perusahaan raksasa Jepang ini dikenal sebagai ‘zaibatsu’ karena mereka tidak mempunyai pengalaman dalam bidang perdagangan, tidak mempunyai ilmu sains dan teknologi dan tidak terdidik dalam bidang manajemen.
Dalam sejarah Aceh, terdapat satu Wasiat Sultan Aceh kepada pemimpin-pemimpin Aceh ketika mendirikan Aceh Bandar Darussalam pada tahun 1507. yang mempunyai 21 kewajiban yang perlu dilaksanakan jika Aceh ingin maju.
Yang ada pada mereka hanyalah semangat bushido yang ditanamkan dalam setiap karakter anggota samurai.
Kalau di Jepang kita tahu bahwa faktor dibelakang kesuksesan ekonominya terletak pada nilai bushido, Korea Selatan juga punya pengalaman yang lebih kurang sama.
Pada waktu saya bekerja di Chartered Bank, atau sekarang dikenal sebagai Standard Chartered bank, sebuah bank terkemuka asal Inggris, saya ditugaskan untuk mengurus pinjaman kepada masyarakat petani.
Suatu hari saya dihubungi oleh seorang wakil perusahaan yang menjual mesin bajak dan traktor sawah, Dae Dong dari Korea Selatan. Untuk memfasilitasi penjualan tersebut, saya meminta Dae Dong untuk membuat sebuah perusahaan patungan antara Koperasi Shamelin Berhad dan Syarikat Insan Diranto Berhad. Perusahaan ini saya harapkan dapat menjadi sebuah perusahaan yang didirikan khusus untuk membantu para petani meminjam uang dari Chartered Bank, dan seterusnya menjadi agen penjualan mesin bajak sawah Dae Dong.
Tidak lama setelah itu, saya diajak oleh seorang pengusaha Korea Selatan bernama Peter Oh ke Korea Selatan. Tujuannya adalah untuk bertemu dengan distributor mesin dan traktor pertanian Dae Dong. Pada waktu yang sama saya juga menyempatkan diri untuk bertemu dengan seorang pendiri perusahaan Daewoo Corporation, yang juga merupakan nasabah Chartered Bank di Seoul.
Presiden perusahaan Daewoo, Kim Woo Chong dan abangnya Professor Kim Duk Chong serta beberapa orang anggota direksi Daewoo pernah menjadi nasabah saya di Chartered Bank pada tahun 1969 di Hamburg, Jerman Barat. Pada waktu itu saya menjadi Manajer Bahagian Impor Barang-barang Asia di Chartered Bank Hamburg.
Perusahaan Daewoo saat itu hanya mempunyai 50 buah mesin jahit dan berkerja di bawah program Saemul Undong atau yang dikenal dengan Gerakan Masyarakat Baru (New Community Movement). Gerakan yang dicanangkan oleh Presiden Park Chung Hee pada 22 April 1970 ini bertujuan untuk memodernisasikan perekonomian masyarakat perdesaan Korea Selatan.
Pabrik utama Daewoo pada waktu terletak berdekatan dengan Pongmunjam di perbatasan antara Korea Selatan dengan Korea Utara. Mereka mempunyai 100 orang tukang jahit wanita yang membuat baju mengikut ukuran dan model dari merek-merek yang terkenal di dunia. Perusahaan Daewoo membeli merek baju terkenal dan bermerek seperti Van Huezen dari Jepang dan Hongkong untuk kemudian dibawa pulang ke Korea Selatan dan dijadikan contoh kepada baju-baju yang akan dijahit di sana dengan kualitas yang cukup tinggi.
Saat itu, mereka baru saja memproduksi 10,000 pasang baju yang siap untuk diekspor ke Jerman Barat. Oleh karena itu, ketika pimpinan perusahaan tersebut berada di Hamburg, saya memperkenalkan mereka kepada Otto Versandt, iaitu sebuah perusahaan pengimpor tekstil terbesar di Eropa untuk pemasaran baju di sana.
Daewoo berhasil menjual semua 10,000 helai baju kepada Otto Versandt yang seterusnya mengambil fasilitas kredit dari Chartered Bank untuk memungkinkan perusahaan tersebut mensuplai lebih banyak baju pada tahap berikutnya.
Menanggapi hal itu, Otto Versandt mengirimkan seorang pakar jahit Jerman untuk membantu Daewoo memproduksi baju dalam skala yang lebih besar bersama mesin jahit tambahan yang baru saja dibeli oleh perusahaan tersebut dari Jerman Barat.
Saya kagum ketika berkunjung datang ke pabrik Daewoo 9 tahun kemudian. Mereka sudah mempunyai 150,000 pekerja dan mereka sudah pun mensuplai tekstil mereka kepada Sears Roebuck dan J. C. Penny di Amerika Syarikat.
Waktu saya bersama Peter Oh, yang kenal baik dengan anak perempuan Presiden Korea Selatan waktu itu, Park Chung Hee, saya berpeluang untuk bertandang ke rumah Presiden ‘The Blue House’.
Pada waktu itulah saya mendengar sebuah kisah bagaimana Presiden Park Chung Hee, tidak lama setelah menggulingkan Presiden Singman Rhee, dalam kunjungan kerjanya ke Kuala Lumpur terinspirasi dari sebuah lukisan kaligrafi arab.
Dalam kunjungan tersebut, Presiden Park diterima oleh delegasi Pemerintah Malaysia di Kantor Ops, Kementerian Pembangunan Negara dan Luar Bandar, di mana Tun Abdul Razak -ayah kepadaPerdana Menteri Malaysia sekarang, Najib Tun Razak- menjadi menterinya dan merangkap posisi Wakil Perdana Menteri.
Di Kantor Ops inilah Presiden Park bertanya mengenai apa yang difikirkannya sebagai sebuah lukisan yang terpampang di dinding kantor tersebut. Tun Razak kemudian menjelaskan bahawa lukisan itu adalah sebuah ayat dari al Quran yang bermaksud ‘Allah tidak merubah nasib sesuatu kaum kecuali kaum itu merubah dirinya sendiri’.
Ayat ini memberi kesan yang mendalam kepada Presiden Park sehingga di waktu beliau meluncurkan program Saemul Undong beliau mengatakan kepada setiap pegawai tingginya bahawa ‘the religion of Muhammad has commanded that God shall not change the fate of man until they change themselves.’
Bagi Park Chung Hee ayat ini memberikan arti ‘berdikari’ atau mandiri yang kemudian menjadi slogan untuk menggerakkan program pembaharuannya yang bernama ‘Saemul Undong’.
Saya pun kemudia bertanya kepada direktur program Saemul Undong apa yang menjadi pendorong program tersebut bagi meningkatkan usaha perindustrian di Korea Selatan. Sang direktur itu menjawab bahwa masyarakat Korea Selatan dapat berubah dengan semangat ‘Hwarang’.
Semangat Hwarang ini telah berhasil menyatukan rakyat Korea di zaman Maharaja Silla kira-kira seribu tahun dahulu dan telah berhasil membawa ‘Armada Penyu’ di bawah pimpinan Admiral Yi Sun Shin mengalahkan Shogun Toyotomi Hideyoshi di Kyushu, dari Jepang.
Semangat Hwarang telah mendorong pejuang-pejuang di Korea untuk memiliki sifat amanah, berani, disiplin, rajin dan setia yang persis sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh semangat Bushido, yang dianuti oleh para samurai Jepang.
Taiwan – Jinsheng
Di Taiwan pula saya kenal dengan Vincent Siow. Dulunya Vincent pernah menjadi wakil di sebuah perusahaan milik Taiwan di Kuala Lumpur dan beliau juga merupakan perwakilan bagi negara Taiwan.
Waktu saya berkunjung ke Taiwan buat kali pertamanya Vincent Siow menjadi Menteri bagi urusan perusahaan kecil dan menengah termasuklah kerajinan tangan. Vincent bertanggung-jawab memasarkan hasil kerajinan tangan dari Filipina untuk diekspor keluar negeri, khususnya Amerika Serikat, melalui Taiwan. Vincent kemudian menjadi Perdana Menteri Taiwan dan kini menjadi Wakil Presiden negara itu sehingga 2012 lalu.
Ketika saya bertanya kepada Vincent kenapa Taiwan maju sedangkan negara Komunis China (di waktu itu) mundur. Vincent menjawab “Pemimpin-pemimpin Taiwan terdiri dari kalangan orang-orang China sedangkan pemimpin Komunis China bukan China lagi kerana mereka itu komunis,” katanya.
Vincent menjelaskan bahawa pemimpin politik dan industri di China, yang betul-betul China mempunyai semangat Jin Sheng. Saya dapat rumuskan bahawa semangat Jinsheng ini juga sama dengan semangat Bushido dan Hwarang yang menekankan pentingnya amanah, berani, disiplin, rajin dan setia.
Arab – Muru’ah
Ketika saya menjadi Presiden Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM) saya sering berbincang dengan beberapa orang Professor mengenai pendirian ummat Islam yang begitu kuat mengkritik kaum Quraisy semata-mata kerana mereka menyerang Nabi kita sedangkan Nabi kita juga dari kaum Quraisy.
Walau bagaimanapun mereka tidak menafikan bahawa hanya apabila kaum Quraisy mula menerima Islam barulah kegiatan dakwah begitu pesat berkembang sehingga akhirnya menyebar ke seluruh dunia.
Dalam mencari kekuatan pada sifat Quraisy terdapat semangat Muru’ah yang ada pada kaum Quraisy sehingga mereka mereka begitu gigih menentang Islam. Sebelum mereka menerima Islam, semangat muru’ah telah menyemarakkan Islam sebagai agama yang membawa pembaharuan ke seluruh dunia. Semangat Muru’ah ini juga tidak mungkin terwujud tanpa sifat amanah, berani, disiplin, rajin dan setia.
Aceh – Wasiat Raja
Dalam sejarah Aceh, terdapat satu Wasiat Sultan Aceh kepada pemimpin-pemimpin Aceh ketika mendirikan Aceh Bandar Darussalam pada tahun 1507. Wasiat yang saya namakan ‘The Aceh Code’ -karena terkenalnya buku Da Vinci Code- mempunyai 21 kewajiban yang perlu dilaksanakan jika Aceh ingin maju.
Saya kemudian menganalisa ke 21 perintah yang diberikan oleh Sultann Aceh itu dan mengelompokkannya ke dalam 5 sikap seperti yang ditemukan dalam Bushido di Jepang, Hwarang di Korea, Jinsheng di Taiwan dan Muru’ah di kalangan masyarakat Arab di zaman kegemilangan yang lampau. Kelima sikap itu adalah AMANAH, BERANI, DISIPLIN, RAJIN DAN SETIA.
Kesimpulan Bagi Rakyat yang Ingin Membangun
Jika kita ingin membangun ekonomi dan negara apakah syaratnya kita harus mempunyai ilmu dalam bidang manajemen perdagangan? Begitu juga dengan ilmuwan sains dan matematika, apakah mereka dianggap tidak mempunyai peranan dalam membangun ekonomi dan negara? Jawabannya tentu saja tidak mudah. Tetapi yang jelas manusai yang merusak sistem ekonomi dan negara adalah mereka yang terdiri dari kalangan yang berpendidikan tinggi.
Bagi yang kualifikasinya rendah atau yang tidak memiliki kualifikasi pendidikan sama sekali, biasanya pencurian atau perampokan yang mereka lakukan cukup sederhana.
Itulah sebabnya jika kita lihat pada ekonomi negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Inggris yang paling parah banyak terlibat dalam korupsi terdiri dari perusahaan bank, perusahaan asuransi dan perusahaan properti yang besar, dengan tenaga profesional yang berpendidikan tinggi dan berpengalaman. Mereka sangat rentan kepada penyalahgunaan jabatan, penyelewengan dana dan penipuan besar-besaran.
Memang benar jika tanpa orang-orang berilmu negara sulit membangun. Tetapi dengan adanya pemimpin yang amanah, berani, disiplin, rajin dan setia sebuah negara dapat memberikan gaji kepada para ahli teknokrat yang baik, tidak berani menyeleweng, walau pun mereka bukan dari bangsa kita sendiri. Lebih baik bangsa asing yang tidak menyeleweng daripada bangsa sendiri yang durhaka.
Pembangunan negara yang terbaik adalah jika kita mempunyai tenaga kerja, dari kalangan bangsa kita sendiri, yang berilmu dan beriman, yaitu tenaga kerja yang mempunyai nilai-nilai murni yang dituntut oleh semangat Bushido, Hwarang, Jinsheng, dan Muru’ah yang, bagi bangsa Aceh, yang berpegang kepada apa yang diwasiatkan oleh Raja-Raja Aceh pada zaman kegemilangannya.
No comments:
Post a Comment